Tulisan ini sama sekali tidak
membandingkan antara Salat dan meditasi. Bagi saya kedua ritual spiritual ini
memiliki esensi yang sama.
Sebagai seorang muslim, sejak kecil
saya sudah didoktrin dan dituntut untuk mendirikan Shalat 5 waktu dan tidak meninggalkannya
dengan alasan apapun. Pada usia anak-anak saya melaksanakan ibadah shalat karena
pada saat itu saya melihat orang dewasa melakukannya, pada saat memasuki usia
remaja, saya melaksanakan shalat berdasarkan dogma dogma yang diajarkan bahwa
1. Sholat merupakan ibadah yang dilakukan sebagai wujud kepatuhan hamba kepada
Tuhannya, 2. shalat dapat mencegah dari perbuatan kenji dan mungkar, 3. Umat
yang telah akil baligh jika meninggalkan perintah shalat maka dia akan berdosa,
dan 4. Shalat merupakan ibadah yang pertama kali dihisap pada saat kita
menghadap sang Khalik.
Pada saat melaksanakan ibadah shalat,
sering kali saya melakukannya secara definisi shalat yaitu semua ucapan dan
perbuatan yang diawali dengan Takbir dan diakhiri dengan salam. Kadang
melaksanakan sholat secara definisi membuat hati dan jiwa saya merasa kosong,
setiap melaksanakan sholat saya serasa melakukan ritual yang tanpa makna dan itu
sangat membenani pikiran saya. Kadang saya merasa frustasi juga karena merasa
bersalah telah mengabaikan ibadah yang sangat penting dalam ajaran umat islam.
Sumber Gambar : Google |
Karena merasa tidak mendapatkan apa yang saya
inginkan, saya mengambil keputusan ekstrim untuk meninggalkan ritual shalat 5
waktu. Keputusan ini membuat pikiran saya bertarung untuk memilih pengaruh yang
lebih dominan. Dan pertarungan ini dimenangkan oleh meninggalkan sholat 5
waktu. Butuh beberapa hari untuk menerima keputusan ini, mungkin karena ibadah shalat sudah menjadi rutinitas saya sejak kecil sampai
tumbuh menjadi manusia dewasa (mungkin) sehingga sulit meninggalkannya. Saya
mengambil keputusan ini bukan karena tidak berusaha mencari tahu bagaimana
melaksanakan ibadah shalat dengan benar, saya banyak membaca artikel yang berkaitan
bagaimana cara shalat yang benar, bagaimana agar shalat kita khusyu dan
lain-lain. Tapi tetap saja pada saat saya mencoba mengaplikasikannya feeling saya masih stagnate (tidak mendapatkan kemajuan) dan itu memuat saya mulai
memprotes Tuhan.
Selama menjalani hari-hari tanpa ibadah
shalat, kebiasaan saya sedikit mengalami perubahan, perubahan itu dimulai dari
jenis bacaan yang saya baca, saya mulai membaca buku-buku agama selain islam. Pada
saat membaca saya mencoba menanggalkan segala kompartemen-kompartemen keislaman
saya dengan tujuan agar pikiran saya tidak terkontaminasi dan tetap objektif
dalam menilai dan memahami ajaran agama selain islam. Hasilnya adalah dimensi
berpikir saya tidak lagi melihat persoalan dari sudut pandang 1 dimensi, tidak
lagi berpikir untuk memperebutkan legitimasi kebenaran transcendental Tuhan, tidak
lagi bersikap ekslusivitas dan agama tidak lagi membajak pemikiran saya dengan
dogma – dogma yang menyesatkan.
Dalam masa-masa mogok salat, di
suatu siang yang cerah, dengan sengaja saya menonton acara program TV yang
memberikan informasi yang berkaitan dengan meditasi. Karena terlambat mengikuti
acara tersebut saya kehilangan info penting tentang apa itu meditasi, karena
ingin tahu lebih, saya menindak lanjuti ke dimensi maya dan bertanya pada mesin
pencari google. Menurut Wikipedia, meditasi merupakan praktik relaksasi yang
melibatkan pelepasan pikiran dari semua hal yang menarik, membebani, maupun
mencemaskan dalam hidup kita sehari-hari, dengan kata lain, meditasi melepaskan
kita dari penderitaan pemikiran baik dan buruk. Tujuan meditasi, jalan untuk
berkomunikasi dengan sang Khalik, memberikan ketenangan hati, jalan untuk
introspeksi diri, masuk pada kesadaran jiwa, sebagai jalan untuk mengubah
hidup.
Setelah membaca beberapa tulisan
tentang meditasi, tiba-tiba memori saya dengan sengaja menggiring saya ke kotak
memori tentang Sidharta Gauthama dan Nabi Muhammad, saw (bukankah Sidharta
Gauthama tercerahkan setelah melakukan meditasi dan Nabi Muhammad menerima
wahyu pertamanya di gua Hira dengan melakukan meditasi). Sepertinya otak saya
mulai mengajak untuk berdiskusi dan kembali membuka memori tentang ibadah salat
yang telah lama saya tinggalkan (ternyata jiwa ini rindu juga dengan ibadah
salat).
Meditasi merupakan jalan untuk berkomunikasi
dengan Tuhan, apakah hanya dengan jalan bermeditasi dan salat kita dapar
berkomunikasi dengan Tuhan, saya pikir tidak, kita bisa berkomuniasi dengan Tuhan
dimanapun kita berada dan dengan berbagai cara, tidak cuman dengan cara
meditasi dan salat, iya betul, tapi Arni kadang jika kita ingin berkomunikasi
dengan Tuhan dibutuhkan cara dan persiapan agar komunikasi antar manusia dan
Tuhan bisa berhasil. Caranya bisa menggunakan media meditasi atau salat, sedangkan
persiapannya adalah tempat tenang dan nyaman, dirimu akan susah khusyu atau
fokus jika tempat kamu salat atau meditasi ribut dan tidak nyaman, dan
persiapan lainnya adalah pikiran, dirimu harus yakin dan percaya terhadap apa
yang kamu lakukan, kerena jika dirimu tidak yakin semua yang kamu lakukan akan
sia-sia.Sumber Gambar : Google |
Diskusi ini membuka memori saya tentang
kekejadian beberapa tahun yang lalu dimana pada saat saya melaksanakan salat
tapi tidak mendapatkan manfaat, ternyata kesalahan terletak pada keyakinan
saya, salat yang saya lakukan tidak saya yakini sebagai media komunikasi yang
baik antara manusia dan Tuhannya. Sehingga setiap kali melaksanakan salat saya
tidak merasa dekat dengan Tuhan dan setelah melaksanakan salat hati saya tetap
kosong, tidak tenang dan tidak mengubah hidup saya.
Meditasi merupakan jalan untuk
introspeksi diri, pada saat melakukan ibadah salat boro-boro introspeksi diri
yang ada hanya sikap sombong saya lebih dominan dibanding sikap rendah hati,
bahkan sering kali saya yang lebih mendominasi ketimbang Tuhan, menginterpensi
Tuhan agar mengabulkan doa-doaku. Dengan sikap seperti itu bukan sadar diri
yang terjadi yang terjadi adalah tidak sadar diri.
Bagaimana caranya meningkatkan kesadaran diri?, Arni,
yang bekerja pada waktu salat dan meditasi adalah pikiran, memikirkan dan
merenungkan, apa yang disebut pikiran, memikirkan dan merenungkan dalam salat?,
pikiran dalam salat bisa sifat personal dan general. Dalam bentuk personal,
artinya berpikir merancang gagasan untuk diri kita dulu sendiri sesuai dengan
tujuan, rencana dan keinginan kita, biasanya ini dalam bentuk doa lisan. Dalam bentuk
general, artinya kita berpikir tentang baik dan buruk yang terjadi dalam kehidupan
kita sesama makluk ciptaan Tuhan.
Sumber Gambar : Kompas |
Memikirkan dalam salat bisa
bermakna mencari solusi terhadap apa yang sedang terjadi dalam kehidupan kita
dan sikap kepedulian kita terhadap orang lain, masyarakat dan segala isi alam semesta. Memikirkan seperti pandangan teori pendekatan emosi positif (Meaningful Life). Teori
ini menengkankan bahwa kehidupan yang lebih bermakna bukan hanya bagi
diri sendiri namun juga bagi orang lain, komunitas, masyarakat, alam
semesta dan segenap isinya.
Renungan dalam salat atau meditasi merupakan tahap menganalisis, menarik kesimpulan, dan mengambil langkah-langkah lebih lanjut untuk menyikapi, menentukan tindakan atau penyelesaian masalah pribadi atau yang lebih luas yaitu masyarakat , hidup, dan perilaku. Renungan yang sudah ketahap tindakan adalah doa yang akan kita peroleh di masa depan.
Renungan dalam salat atau meditasi merupakan tahap menganalisis, menarik kesimpulan, dan mengambil langkah-langkah lebih lanjut untuk menyikapi, menentukan tindakan atau penyelesaian masalah pribadi atau yang lebih luas yaitu masyarakat , hidup, dan perilaku. Renungan yang sudah ketahap tindakan adalah doa yang akan kita peroleh di masa depan.
Tujuan akhir yang ingin dicapai
dari meditasi dan salat adalah jalan untuk mengubah hidup lebih positif,
bergairah, optimis, bermakna, bersahabat, tenang, cinta damai, bahagia, dan peduli.
Butuh beberapa tahun untuk bisa memahami tentang
manfaat yang kita peroleh dari salat, saya tidak pernah menyesal dengan proses
menumukan makna salat dalam hidup saya, meskipun jalannya berliku. Memang agak
susah kita menyukai sesuatu jika kita belum menemukan dan merasa menfaat yang
diberikan. Sekarang walaupun belum bisa 100 persen mengamalkan apa yang saya
pahami, setidaknya saya sudah menemukan separuh jiwaku dari ritual salat atau
meditasi. Orang bijak mengatakan setiap tahap dalam hidup memiliki tujuannya
masing-masing dan jika sudah waktunya pasti akan tercerahkan.
Sumber Gambar : Google |
PS : Iman adalah sesuatu yang kita harus cari sendiri, kitalah yang memutuskan untuk percaya atau tidak.
keren artikelnya mbak..kebetulan saya lagi mencari artikel meditasi mnurut pandangan Islam.
BalasHapus